Banten, Lamban Balak Online- Keberadaan orang-orang Lampung di Desa Cikoneng Banten, memiliki sejarah panjang, Cerita keberadaan mereka secara turun temurun diwariskan hingga ke anak cucu.
Desa Cikoneng masuk kecamatan Anyer, sebuah kawasan wisata yg selalu ramai di kunjungi para pelancong saat akhir pekan tiba. Dibalik itu semua ada segelincir cerita tentang keberadaan orang-orang Lampung di Cikoneng Banten.
Di tugu perbatasan antara desa cikoneng dan Desa anyer terdapat sebuah siger yang menandakan keberadaan orang-orang lampung disana. Pada siger itu terdapat tulisan lampung sai yg menurut keterangan kepala desa cikoneng Nurwahdini adalah sebuah nama yg mengikat dan mempersatukan seluruh suku lampung yg ada di cikoneng.
Baca juga: Sejarah sumur agung salatuhur
Tak hanya di perbatasan, di gerbang masuk desa cikoneng pun ada lambang siger. Hal serupa pula disetiap sudut rumah-rumah warga di sana, saat memasuki cikoneng karakteristik lampung begitu melekat kental disana. Mulai dari bahasa hingga adat istiadatnya.
Suasana lampung semakin terasa saat mendengar percakapan mereka, dalam keseharian masyarakat khususnya di empat kampung yakni Cikoneng, Tegal, Bojong, dan Salatuhur menggunakan bahasa lampung.
Menurut cerita, mereka bermukim dan melakoni hidup sudah sejak zaman kesultanan banten,. Persahabatan lampung dan banten sudah terjalin berabad-abad lalu saat kesultanan banten di pimpin sultan Maulana Hasanuddin.
Persahabatan itu dibuktikan dengan adanya perasasti DALUNG KURIPAN, sebuah lempengan logam perunggu yg berisikan ikrar antara pangeran Saba Kinkin (sultan maulana hasanuddin) dan Ratu Darah Putih.
"Salah satu sebab yg mendorong terlahir persahabatan ini, mungkin dikarenakan dua kerajaan ini merupakan keturunan dari dua sahabat setia, yakni Syarif Hidayatullah dan Raden Saksi (zaenal arifin). Raja-raja di banten keturunan Syarif Hidayatullah, sedangkan para raja di Lampung anak cucu Raden Saksi," Tulis Hasun Syafari dalam buku Babad Lampung Cikoneng Banten.
Prasasti itu ditulis menggunakan bahasa jawa cirbon(banten), jika di terjemahkan salah satu paragrafnya berbunyi :
Perempuan banten kalau dipaksa orang lampung, belum suka yg bersangkutan lampung kena upat_upat(kualat). Perempuan lampung kalau dipaksa orang banten, belum suka yang bersangkutan atau saudara bapaknya orang Banten terkena upat-upat.
Masih dalam buku itu, menurut Hasun Syafari surat itu dibuat tiga rangkap, satu perunggu di Banten dan di Lampung berupa perak, dan satu surat lagi ada di meniting berupa emas.
"Bahwa keduanya akan saling membantu mana kala salah satu pihak sedang menghadapi masalah besar yg perlu ditangani dengan pemikiran serius dan kekuatan besar", tulis syafari.
Persaudaraan lampung -banten berlanjut hingga saling bertukar pasukan perang, ketika kerajaan banten membutuhkan pasukan. Lampung memberikan pasukan terbaiknya, begitu pula sebaliknya. Kepentinganya, banten harus menaklukkan beberapa kerajaan kecil seperti parung Kujang yg berada di lebak.

Misi penakkluan kerajaan parung kujang adalah meng-islam-kan masyarakat disana. Belakangan diketahui, yg bergerak untuk menakklukan parung kujang adalah pasukan dari lampung yg berjumlah empat orang termasuk minak sangaji.
Pertalian sejarah antar kedua kerajaan itu membuat sultan banten merasa berhutang budi kepada kerajaan lampung sultan banten kemudian menawarkan posisi adipati atau raja di beberapa kerajaan kecil di wilayah banten.
Salah satu yg mendapat gelar itu adalah minak sangaji sang putra mahkota, setelah sebelumnya saudara tuan yg mendapat gelar itu meninggal dunia setelah mendapat mengemban amanat dari sultan banten.
"Sultan banten ketika itu bermaksud ingin memberikan hadiah kepada lampunv sebagai tanda pembalas budi", tulis syafari masih dalam buku babad lampung cikoneng banten.
Minak sangaji kemudian milih tinggal tidak di kerajaan, tapi dia minta satu daerah kepada sultan banten untuk bisa bermukim disana da bercocok tanam serta membangun kehidupan.
Minak sangaji memilih anyer sebagai tempat membangun kehidupan baru bersama 40 kepala keluarga (sekuren). Disana, minak sangaji dan 40 sekuren itu membangun rumah dan membuka lahan untuk ditanami padi dan tumbuhan lainnya.
Dari membangun kehidupan itu, minak sangaji selaku pemimpin di rombongam itu membagi ke 40 keluarga ke 4 wilayah yakni cikoneng, Salatuhur, Bojong, dan Tegal. Disana, keturunan orang-orang lampung berkembang biak hingga saat ini.
"Bukti sejarah keberadaan orang lampung itu salab satunya pulau sangiang termasuk masjid tertua yg masuk cagar budaya, temasuk situa penziarahan minak sangaji, banyak situs-situs disini itu bagian sejarah orang lampung di cikoneng," Kata kepala desa cikoneng Nurwahdini.
Budaya lampung di empat wilayah yg kini menjadi kampung itu mayoritas adalah orang lampung. Bahasa keseharian pun menggunakan bahasa lampung dengan masih memegang teguh adat istiadat lampung meski berkehidupan di tanah jawara.
Lantaran hidup di 4 kampung, mereka biasa menyebut kampung mereka sebagai lampung cikoneng atau lampung 4 pekon. Lampung 4 pekon berarti orang-orang lampung ada di 4 kampung.www.gogle.com
Ref. LB admin